Minggu, 25 September 2011

analisis cerpen plakat dalam kumpulan cerpen lentera


ANALISIS FAKTA CERITA DALAM CERPEN PLAKAT KARYA ISMA RESTI PRATIWI DALAM BUKU KUMPULAN CERPEN LENTERA DAN RELASINYA TERHADAP PSIKOLOGI SASTRA DALAM PENDIDIKAN KARAKTER

Diajukan dalam Rangka Penilaian Ujian Akhir Semester Genap Tahun Akademik 2010/2011 pada Mata Kuliah Teori Sastra

Disusun oleh:
1.      Muhammad Asyura (NIM F11110050)



 






                                                
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2011

LEMBAR PENGESAHAN

Judul                     : Analisis Fakta Cerita dalam Cerpen Plakat Karya Isma Restri Pratiwi dalam Buku Kumpulan Cerpen Lentera dan Relasinya terhadap Psikologi Sastra dalam Pendidikan Karakter
Nama Mahasiswa : Muhammad Asyura
NIM                      : F11110050
Karya tulis ini diajukan untuk penilaian Ujian Akhir Semester (UAS) pada mata kuliah teori sastra Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Tanjungpura Pontianak dan belum pernah dipublikasikan.
Pontianak, 23 Juni 2011
Menyetujui,
Dosen pembimbing

Penulis






Amriani Amir,S.S,M.Hum
NIP  198007062005012004

Muhammad Asyura
NIM  F11110050

Mengetahui,





Kaprodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia









Dra. Sesilia Seli, M.Pd
NIP 196301271990022001

Analisis Fakta Cerita dalam Cerpen Plakat Karya Isma Restri Pratiwi dalam Buku Kumpulan Cerpen Lentera dan Relasinya terhadap Psikologi Sastra dalam Pendidikan Karakter
Muhammad Asyura
Nama dosen pembimbing : Amriani Amir, S.S,M.Hum
ABSTRAK
Rumusan masalah yang akan ditulis dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah struktur cerita pendek dalam kumpulan cerpen Protes karya Putu Wijaya? (2) Bagaimanakah aspek sosial yang terkandung dalam kumpulan cerpen Protes karya Putu Wijaya dengan tinjauan sosiologi sastra? Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan struktur cerita pendek dalam kumpulan cerpen Protes karya Putu Wijaya, (2) memaparkan aspek sosial yang terkandung dalam kumpulan cerpen Protes karya Putu Wijaya dengan tinjauan sosiologi sastra. Bentuk penelitian ini deskriptif kualitatif yaitu menganalisis bentuk Strategi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah strategi embedded and case study research. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sosiologi sastra yaitu Pemahaman terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatannya. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kata-kata, frase dan kalimat yang berhubungan dengan aspek sosial dan unsur-unsur pembangun cerpen dalam kumpulan cerpen Protes karya Putu Wijaya. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah buku kumpulan cerpen Protes karya Putu Wijaya.
Kata Kunci : Cerpen Plakat, fakta cerita, pendidikan karakter, psikologi sastra

KATA PENGANTAR
            Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Karya Ilmiah yang berjudul “Analisis Fakta Cerita dalam Cerpen Plakat Karya Isma Restri Pratiwi dalam Buku Kumpulan Cerpen Lentera Terhadap Psikologi Sastra dalam Pendidikan Karakter” ini, terselesaikan tepat pada waktunya dalam rangka penilaian ujian akhir semester genap tahun akademik 2010/2011 pada mata kuliah teori sastra
             Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang memberikan kontribusi dalam penulisan karya tulis ini. Secara khusus, ucapan terima kasih penulis diuacapkan kepada:
1.       Ibu Dra. Sesilia Seli, M.Pd sebagai dosen pengampu mata kuliah teori sastra yang telah bersedia memberikan tugas penulisan ilmiah sebagai penilaian dalam UAS kali ini.
2.      Ibu Amriani Amir, S.S,M.Hum yang bersedia membimbing penulis
3.      Teman-teman dan orang di sekitar penulis yang telah memberikan motivasi
 Penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan ini. Jika masih ditemukan kesalahan dalam penulisan ini, penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dalam rangka perbaikan untuk karya-karya selanjutnya.
                                                                                    Pontianak, 24 Juni 2011
                                                           

Penulis
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................   I
ABSTRAK...............................................................................................................   II
KATA PENGANTAR ............................................................................................   III
DAFTAR ISI...........................................................................................................   V
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................. VI
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang............................................................................................. 1
B.     Perumusan Masalah......................................................................................   2
C.     Tujuan Penulisan..........................................................................................   2
D.    Manfaat Penulisan........................................................................................   2
                                                                            
BAB II  PEMBAHASAN
A.    Penulis Cerpen Plakat dan Buku Kumpulan Cerpen Lentera .....................   10
B.     Analisis Fakta Cerita pada Cerpen Plakat ...................................................   23
C.     Relasi antara Amanat dalam Cerpen Plakat terhadap Psikologi Sastra dalam Pendidikan Karakter……………………………………………………….                 23

BAB III  PENUTUP
D.    Kesimpulan...................................................................................................   23
E.     Saran.............................................................................................................   23

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................   24
BIODATA PENULIS.............................................................................................   25






DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Penulis-penulis cerpen berfoto bersama Garuda Wiko, Sebastian, Ferry Hadary, dan Pay Jarot.............................................................................................................   8
Gambar 1.2. Garuda Wiko (Dekan Fak. Hukum Untan) dan Sebastian (Anggota Komisi C DPRD Kota Pontianak) meresmikan buku Coretan di Langit Kapuas....................   9 
Gambar 1.3. Buku Kumpulan Cerpen Lentera dan Cerpen Plakat..........................   17
Gambar 1.4  Kawasan Beting Pontianak  dan kebudayaannya yang unik...............   19                
Gambar 1.5  Pelajar sebagai target pertama dalam menyosialisasikan wisata
edukasi................................................................................................   20
Gambar 1.6 .Wisata Budaya unggulan Kota Pontianak sebagai aset bangsa...........   21




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Pada abad ke-21 yang menuntut sebuah kemajuan zaman dan teknologi, terdapat 21 trend perkembangan kehidupan  manusia, dua hal dari sekian banyak trend tersebut yaitu 1) peranan agama yang semakin relevan dan 2) kemajuan teknologi yang akan mengubah wajah manusia. (Business Week: 1991) Inilah peran penting pendidikan yang akan menuntun manusia untuk selayaknya memiliki kepekaan sosial yang telah memudar akibat efek negatif perubahan zaman dan kemajuan teknologi.
Satu diantara yang terpenting dari pendidikan tersebut adalah pendidikan karekter yang menuntun manusia untuk mengaktifkan kecerdasan emosionalnya secara bersamaan dengan kecerdasan intelektualnya. Kecerdasan emosi ini ditunjukan dengan toleransi, empati dan kasih sayang kepada orang lain, kemampuan untuk memverbalkan perasaan secara akurat dan penuh integritas, dan dapat mengatasi kesedihan emosional.  Inilah alasan mengapa EQ jauh lebih penting daripada IQ untuk meraih kesuksesan dan kebahagiaan.  Manusia yang mempunyai kecerdasan emosi akan jauh lebih percaya diri dan lebih bisa memahami orang lain dengan penuh empati. Manusia akan mempunyai kematangan emosional dimana banyak orang dewasa gagal mencapainya dan masih bertingkah laku seperti anak kecil saat menghadapi banyak problema sosial. (Daniel Goleman: 1995)
Sebagai calon tenaga pendidik, pendidikan karakter haruslah ditanamkan sejak dini melalui berbagai media pembelajaran, satu diantaranya adalah dengan sastra. Sementara itu, tujuan umum pengajaran sastra seperti yang tercantum dalam kurikulum 1994 yaitu agar siswa mampu menikmati, memahami, dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Lalu, di dalam rambu-rambunya pada butir 10 ditegaskan pula bahwa pembelajaran sastra dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk mengapresiasikan karya sastra. Kegiatan mengapresiasi nalaran, dan daya khayal, serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan hidup. Dengan demikian peran pelajaran sastra menjadi sangat penting.
Bagian dari karya sastra yang cukup popular dikalangan remaja (siswa) satu diantaranya adalah cerita pendek. Cerita pendek (cerpen) sebagai salah satu jenis karya sastra ternyata dapat memberikan manfaat kepada pembacanya. Di antaranya dapat memberikan pengalaman pengganti, kenikmatan, mengembangkan imajinasi, mengembangkan pengertian tentang perilaku manusia, dan dapat menyuguhkan pengalaman yang universal. Pengalaman yang universal itu tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ceritanya bisa berupa masalah perkawinan, percintaan, tradisi, agama, persahabatan, sosial, politik, pendidikan, dan sebagainya. Jadi tidaklah mengherankan jika seseorang pembaca cerpen akan merasakan dan melihat miniatur kehidupan manusia sehingga merasa sangat dekat dengan permasalahan yang ada di dalamnya. Akibatnya, si pembacanya itu ikut larut dalam alur dan permasalahan cerita. Bahkan sering pula perasaan dan pikirannya dipermainkan oleh permasalahan cerita yang dibacanya itu. Ketika itulah si pembacanya itu akan tertawa, sedih, bahagia, kecewa, marah, dan mungkin saja akan memuja sang tokoh atau membencinya.
Jika kenyataannya seperti itu, maka jelaslah bahwa sastra (cerpen) telah berperan sebagai pemekat, sebagai karikatur dari kenyataan, dan sebagai pengalaman kehidupan. (Saini K.M, 1989:49) Oleh karena itu, jika cerpen dijadikan bahan ajar di kelas tentunya akan membuat pembelajarannya lebih hidup dan menarik.
Tidak hanya itu, kiranya cerpen dengan segala permasalahannya yang universal itu ternyata menarik juga untuk dikaji. Bahkan tidak pernah berhenti orang yang akan mengkajinya. Apalagi jika cerpen itu dikaitkan dengan kegiatan pembelajaran di kelas. Seperti halnya penulis mencoba mengkaji cerpen yang dikaitkan dengan pendidikan karakter dari sudut pandang fakta cerita dalam Cerpen. Cerpen yang kami kaji itu adalah sebuah Cerpen yang berjudul Cerpen Plakat Karya Isma Restri Pratiwi yang merupakan satu diantara Cerpenis Kalbar yang tergabung dalam anggota organisasi Lentera Community, sebuah perkumpulan penulis remaja Kalbar.
Dipilihnya cerpen karya Isma Restri Pratiwi tersebut bukan tanpa pertimbangan atau alasan, sebab cerpen ini memiliki keistimewaan (bagi penulis) dibandingkan dengan Cerpen lain yang terdapat dalam buku Kumpulan Cerpen Lentera berjudul Goresan di Langit Kapuas yang di launching pada tanggal 7 Maret 2009 di gedung rektorat Universitas Tanjungpura. Keistimewaannya yaitu terletak pada teknik penceritaan yang tidak biasa pada saat itu. Cerpen ini menceritakan konflik batin yang bagi sebagian besar orang akan menolak dengan tegas suatu keputusan yang sulit, namun dilakukan dengan terpaksa. Disinilah hikmah yang dapat dipetik oleh pembaca untuk bisa mengaktifkan kecerdasan emosionalnya (EQ), untuk bisa meningkatkan kepekaan sosial dalam pendidikan karakter. Cerpen tersebut merupakan Cerpen dengan nilai pendidikan yang berorientasi pada pendidikan karakter yang membedakan berbagai Cerpen lain dalam buku kumpulan Cerpen ini. Hal ini dapat menggambarkan bahwa penulis lokal Kalbar juga memunyai potensi yang besar terhadap sastra.
Jadi, dengan mempelajari cerpen (sastra) berarti siswa ataupun pembaca  diajak untuk mempelajari manusia dan lingkungannya. Biasanya pembaca akan sangat antusias jika diajak untuk membicarakan atau mendiskusikannya juga akan mengeluarkan segala pengalaman dan pengetahuannya.
Berangkat dari permasalahan yang sudah diuraikan di atas, penulis mencoba mengkaji keterkaitan Cerpen tersebut dalam fakta cerita yang dikaitkan dengan pendidikan karakter yang telah menjadi isu publik dalam dunia pendidikan. Dengan harapan, hasil pengkajian ini dapat memberikan solusi dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran apresiasi sastra (Cerpen) dalam pendidikan karakter.

B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimana cara menganalisis fakta cerita dalam Cerpen Plakat karya Isma Restri Pratiwi dalam buku kumpulan Cerpen Lentera?
2.      Bagaimana bentuk relasi antara analisis fakta cerita pada Cerpen Plakat karya Isma Restri Pratiwi dalam buku kumpulan Cerpen Lentera terhadap psikologi sastra dalam pendidikan karakter?

C.    Tujuan Penulisan

1.      Menemukan cara menganalisis fakta cerita dalam Cerpen Plakat karya Isma Restri Pratiwi dalam buku kumpulan Cerpen Lentera.
2.      Menemukan bentuk relasi antara analisis fakta cerita pada Cerpen Plakat karya Isma Restri Pratiwi dalam buku kumpulan Cerpen Lentera terhadap psikologi sastra dalam pendidikan karakter.





BAB II
PEMBAHASAN

A.   Penulis Cerpen Plakat dan Buku Kumpulan Cerpen Lentera
Cerpen berjudul Plakat ditulis oleh Isma Restri Pratiwi, cerpenis muda Kalimantan Barat yang lahir di Kota Pontianak pada tanggal 11 Agustus 1993. Beliau bermukim di Pontianak tepatnya di Jalan Karimun No.22 dan baru lulus dari pendidikannya di SMA Negeri 3 Pontianak. Beliau aktif dalam berbagai organisasi disekolahnya sejak duduk di bangku SMP. Kegiatan tersebut antara lain sanggar Teater Aladin dan komunitas Aura pada periode 2005-2006, Paskibra MTs Negeri 1 Pontianak, ketua OSIS MTs Negeri 1 Pontianak periode 2007-2008, dan pernah menjadi sekretaris OSIS periode 2005-2006. Saat SMA, Beliau juga pernah menjadi ketua OSIS di SMA Negeri 3 Pontianak periode 2008-2009.
Beliau memunyai hobi membaca yang membuatnya tertarik untuk bergelut di bidang kepenulisan, khusunya sastra. Hasil karyanya sudah banyak di terbitkan di Koran Pontianak Post berupa cerpen berjudul Adel dan Khayalan, Hati nan Kelabu, Sejuta Kenangan tentang Aceh, serta sebuah artikel yang berjudul Katakan Tidak pada Narkoba. Pada tahun 2007, Beliau juga pernah menerbitkan sebuah Novel berjudul Ga’ Tahu Neeh..!! Beliau menerbitkan cerpen berjudul Plakat dalam sebuah buku kumpulan Cerpen Lentera Goresan di Langit Kapuas ini setelah bergabung dalam komunitas kepenulisan remaja di Pontianak yaitu Lentera Community yang dibimbing oleh mahasiswa Universitas Tanjungpura Pontianak dari berbagai program studi, satu diantaranya dari Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Lentera Community adalah satu diantara organisasi pemuda penggiat sastra di Kalbar yang eksis dalam menerbitkan buku-buku bernuansa sastra. Setelah sukses menerbitkan buku perdananya, sebuah buku kumpulan puisi Lentera pada 20 Oktober 2008. Para penulis muda Lentera Community kembali meluncurkan sebuah buku kumpulan Cerpen Lentera berjudul Goresan di Langit Kapuas.
Buku kumpulan Cerpen Coretan di Langit Kapuas yang ditulis oleh 16 anggota Lentera Community diluncurkan pada hari Sabtu 7 Mei 2009 di Ruang Sidang Utama Lantai III Rektorat Untan. Prosesi peluncuran buku dilakukan langsung oleh Ketua Komisi C DPRD Kota Pontianak. Setelah peluncuran, buku kumpulan cerpen Coretan di Langit Kapuas ini akan dibedah oleh Abu Aufa, penulis buku Sapa Cinta dari Negeri Sakura dan pimpinan redaksi Borneo Tribune, Nur Iskandar. Pada segmen pertama bedah buku yang diisi oleh Dr. Ferry Hadary, S.T., M.Eng., beliau menghargai semangat dari ke 16 penulis untuk dapat menuliskan karya sastra dengan baik. Namun beliau juga menyayangkan bahwa dalam buku kumpulan cerpen ini tulisan yang digunakan terlalu kecil. Dari ke 16 cerpen yang ada Dosen Fakultas Teknik ini mengatakan bahwa ada 2 cerpen yang baik, yaitu “Plakat” dan “Ulang tahun terakhir”, untuk cerpen dengan judul plakat Ferry mengutarakan kebingungannya terhadap penutup dari cerpen yang berjudul Plakat ini. Beliau menilai penutup dari cerpen ini kurang begitu pas. (Tribun Pontianak: 2009)
Lentera Community yang dibentuk pada 15 Mei 2008 mengusung visi membudayakan membaca, menulis dan berkarya ini juga menerbitkan buku kumpulan pantun berjudul Senandung Pantun Bujang Dara. Walaupun tergolong organisasi baru, Lentera Community sudah cukup dikenal di kalangan mahasiswa, pelajar dan remaja Kota Pontianak.





Sumber: www.tribunepontianak.com
Gambar 1.1 Penulis-penulis cerpen berfoto bersama Garuda Wiko, Sebastian, Ferry Hadary, dan Pay Jarot.

Buku Kumpulan Cerpen Coretan di Langit Kapuas berisi 16 buah Cerpen yang masing-masing dari mereka menulis 1 buah cerpen antara lain: Tantra Nur Andi Jejak langkah bocah rimba, Harmi Cahyani Goresan untuk langit, Isma Resti Pratiwi Plakat, Redia Yosianto Undangan, Fitri Ushinawareta Pengkang, Diani Ria Ulang tahun terakhir, Rifai Rahman Alis, Romi Advant SMS atau cinta, Lucky Ashdika Makhluk Tuhan yang terindah, Sana Tak terbalas, Helda Kenapa aku harus jadi riang, Acih Karlina Maaf, ku harus pergi, Eka Mustika Kena lu cape’ deh, Putri Septya Kejutan Feri, Eva Salihati Tinggal kenangan, Nuryani Gejolak para dewa.
 




Sumber: www.tribunepontianak.com
Gambar 1.2 Garuda Wiko (Dekan Fak. Hukum Untan) dan Sebastian (Anggota Komisi C DPRD Kota Pontianak) meresmikan buku Coretan di Langit Kapuas.

Namun ia juga mengatakan penghargaannya atas usaha dari Lentera Community untuk mengumpulkan 16 penulis dari Kalimantan Barat ini, karena hal tersebut bukanlah hal yang mudah. Ia juga mengatakan bahwa tulisan itu sangat penting pada bagian riset. Tulisan akan berkualitas apabila melalui riset.
Pada awal segmen kedua tersebut Pimred Borneo Tribune, Nur Iskandar dalam membedah buku kumpulan cerpen ini ini mengatakan bahwa ia cukup tertarik dengan pemberi kata pangantar yang banyak di buku ini. “Buku ini ada keunikannya dibandingkan buku yang lain. Kalau buku yang lain komentarnya paling banyak ada tiga buah. Sedangkan ini cukup banyak. Artinya unik. Ditinjau dari ilmu marketing, kalau ada sesuatu yang unik dapat laris di beli pembaca. Nur Iskandar juga memberi penilaian lebih untuk cerpen Plakat diantara ke 16 cerpen lainnya yang terdapat di buku tersebut. Dalam mengkritisi karya Plakat ini ia mengatakan bahwa karena antagonis antara plakat dengan panen padi, ini sebenarnya bisa diuraikan bahwa Plakat itu terbangun dari bahan apa? Sedangkan di Cerpen tersebut tidak diceritakan. Ia juga menekankan bahwa jangan terburu-buru dalam menceritakan sesuatu, ceritakanlah step by step, bercerminlah pada Andrea Hirata. Deskripsinya memikat sehingga pembaca akan lengket dengan bacaan itu. Seakan tidak mau lari dari buku tersebut. Karena dengan membaca kita membangun theatre of mind dari pembaca. Oleh karena itu deskripsi tersebut sangat penting. Selain dari plakat yang kurang jelas terbuat dari bahan apa, juga karakter pak camat tidak jelas.
Pada intinya ia mengatakan dalam menghasilkan karya sastra jangan terlalu terburu-buru agar dapat menghasilkan karya yang lebih berkualitas sehingga dapat memberi nilai yang lebih.


B.   Analisis Fakta Cerita pada Cerpen Plakat

Sebelum menganalisis fakta dalam Cerpen Plakat karya Isma Restri Pratiwi dalam buku kumpulan Cerpen Lentera, alangkah baiknya kita bahan dahulu tentang pengertian Cerpen dan unsur-unsur pembangun sebuah Cerpen.
Cerpen adalah singkatan dari cerita pendek. Cerpen merupakan salah satu ragam dari jenis prosa. Cerpen, sesuai dengan namanya adalah cerita yang relatif pendek yang selesai dibaca sekali duduk. Proses sekali duduk dapat diartikan sebagai memahami isi pula. Artinya, pada saat itu isi cerpen dapat kita pahami.
Cerpen terdiri dari berbagai kisah, seperti kisah percintaan (roman), kasih sayang,
jenaka, dan lain-lain. Cerpen biasanya mengandung pesan atau amanat yang sangat mudah dipahami, sehingga sangat cocok dibaca oleh kalangan apapun.
Cerpen dilengkapi oleh unsur-unsur penting yang membangunnya. Unsur itu terdiri dari unsur intinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik antara lain, tema, alur,
setting/latar/waktu, penokohan, watak, dan amanat. Sedangkan unsur ekstrinsik
antara lain, budaya, jenis kelamin, pekerjaan, danlain-lain.
Tahapan Dalam Cerpen terdiri dari empat tahapan, antara lain, pengenalan, insiden/masalah, konflik/rumitan, dan penyelesaian. Bagian banyak diminati pembaca yaitu konflik karena merupakan puncak cerita. Hal yang perlu dilakukan dalam membaca sebuah Cerpen yakni menganalisis.
Menganalisis karya fiksi merupakan salah satu cara untuk memahami dengan jelas apa yang terkandung di dalam karya itu sendiri. Karena bagaimanapun juga, karya fiksi merupakan proses pemikiran seorang pengarang yang belum tentu dapat dengan mudah dimengerti oleh pembaca apa maksud yang disampaikannya. Dengan menganalisisnya, kesalahpahaman maksud yang ditujukan dari pengarang kepada pembaca tentu dapat dihindari. Sehingga suatu karya fiksi akan dapat dinikmati dengan mengutamakan tujuan adanya karya fiksi itu sendiri. Untuk menghindari pembahasan supaya tidak melebar, oleh karenanya pembahasan kali ini hanya dibatasi perihal fakta cerita yang terdiri dari penokohan, setting, dan alur yang ada di dalam suatu karya fiksi khususnya dalam Cerpen Plakat karya Isma Restri Pratiwi. Penokohan dan alur merupakan salah satu cara yang digunakan pengarang untuk memberi kesan menarik pada karyanya.
Menurut Staton (1965: 11-36) unsur pembangun prosa fiksi khususnya Cerpen antara lain:
1.      Tema
2.      Fakta cerita, terdiri dari tokoh, alur, dan setting
3.      Sarana sastra.
Pembahasan dalam penulisan ini akan dititikberatkan pada fakta cerita. Fakta cerita merupakan hal-hal yang akan diceritakan dalam sebuah karya fiksi yang terdiri dari tokoh, alur, dan setting.
 

                                                                      

Sumber: buku Coretan di Langit Kapuas
Gambar 1.3. Buku Kumpulan Cerpen Lentera dan Cerpen Plakat.

1.      Penokohan

Tokoh (character) dalam leksikon sastra berarti orang rekaan yang berperan dalam sebuah cerita atau drama, sedangkan penokohan adalah citra tokoh dalam suatu karangan yang tergambarkan dari watak yang dilukiskan pengarang kepadanya melalui tindakan, perkataan, gagasan, keadaan fisiknya, atau apa yang ia renungkan tentang dirinya sendiri. (Suhendra Yusuf, Leksikon Sastra, hlm. 216-217) Tokoh disebut juga sebagai watak; tabiat; pembawaan; kebiasaan. Penokohan disebut perwatakan yang bersifat khas.
Tokoh dan penokohan merupakan salah satu unsur-unsur intrinsik karya sastra. Istilah tokoh menunjuk pada ‘siapa’ yang ada dalam karya sastra. Dalam literatur bahasa Inggris, istilah tokoh menunjuk pada dua pengertian yang berbeda, yaitu tokoh-tokoh yang ditampilkan, dan sebagai sikap, ketertarikan, keinginan, emosi, dan prinsip moral yang dimiliki tokoh tersebut (Stanton, 1965; 17  dalam Nurgiantoro, 2005: 165). Penokohan lebih luas maknanya dari pada tokoh, penokohan menyaran pada teknik perwujudan dan pembangunan tokoh dalam sebuah cerita.
Penokohan atau perwatakan adalah pelukisan tokoh cerita, baik
keadaan lahir maupun batinnya termasuk keyakinannya, pandangan
hidupnya, adat-istiadat, dan sebagainya. Yang diangkat pengarang
dalam karyanya adalah manusia dan kehidupannya. Oleh karena itu,
penokohan merupakan unsur cerita yang sangat penting. Melalui
penokohan, cerita menjadi lebih nyata dalam angan pembaca.
Pada Cerpen Plakat karya Isma Resti Pratiwi terdapat beberapa tokoh yang digambarkan dalam cerita ini, tokoh-tokoh tersebut antara lain:
1.      Pak Muhaimin
2.      Bu Muhaimin
3.      Pak camat
4.      Harjo
5.      Dan beberapa nama tokoh yang tidak dilibatkan secara langsung oleh penulis, seperti Dika anak Pak Muhaimin, Diman, Badar, dan Sarbawi yang ditulis dalam cerita sebagai warga di kampong dalam cerita tersebut.
Selain itu, dalam penokohan terdapat jenis-jenisnya yang dilihat dari karakter, yaitu:
1.      Tokoh antagonis, yaitu tokoh yang menimbulkan konflik atau masalah di dalam cerita. Tokoh antagonos disebut juga tokoh hitam. Biasanya tokoh antagonis memunyai watak jahat.
2.      Tokoh protagonis, yaitu tokoh yang meunyai watak baik, benar, dan tidak jahat. Tokoh protagonis disebut juga tokoh putih.
3.      Tokoh tritagonis, yaitu tokoh yang membantu tokoh antagonis dalam bertindak.
Dalam Cerpen Plakat ini, terdapat beberapa karakter tokoh antara lain:
Pada kutipan tersebut pengarang memberikan watak Pak Muhaimin…..
Istrinya………………..
Pak Camat…………………
Harjo…………………………………..


Dilihat dari kepentingan pengarang dalam menampilkan tokoh dalam karyanya, tokoh dibedakan sebagai berikut:
1.      Tokoh utama, yaitu tokoh yang memunyai peranan yang sangat penting dalam sebuah cerita. Tokoh ini selalu hadir dalam setiap peristiwa atau kejadian. Bias juga dalam karya sastra terdapat dua orang atau lebih dalam karya sastra. Tokoh utama memunyai berbagai karakteristik antara lain:
1.1. tokoh utama merupakan sentral dalam cerita
1.2.Kemunculan tokoh ada pada setiap peristiwa dalam cerita tersebut.
1.3.Semua pelaku membicaraan atau mengisahkan tentang tokoh tersebut.
1.4.Watak tokoh umumnya protagonis.
2.      Tokoh pembantu, yaitu tokoh yang membantu maupun menyelingi sebuah cerita, baik membantu tokoh antagonis maupun tokoh protagonist dalam melakukan sesuatu.
Dalam Cerpen Plakat ini, terdapat beberapa jenis tokoh Dilihat dari kepentingan pengarang antara lain:
Pada kutipan tersebut pengarang memberikan watak Pak Muhaimin…..
Istrinya………………..
Pak Camat…………………
Harjo…………………………………..
Cara tokoh dalam menghadapi masalah maupun kejadian tentunya berbeda-beda. Hal ini disebabkan perbedaan latar belakang (pengalaman hidup) mereka. Dengan menggambarkan secara khusus bagaimana suasana hati tokoh, kita lebih banyak diberi tahu latar be-lakang kepribadiannya. Penulis yang berhasil menghidupkan watak tokoh-tokoh ceritanya berarti berhasil pula dalam menghidupkan tokoh. Dalam perwatakan tokoh dapat diamati dari hal-hal berikut:
a.       Apa yang diperbuat oleh para tokoh
b.      Melalui ucapan-ucapan tokoh
c.       Melalui penggambaran fisik tokoh
d.      Melalui pikiran-pikirannya
e.       Melalui penerangan langsung
f.       Melalui pembicaraan tokoh lain.
Dalam cerpen Plakat ini, pengarang menggambarkan tokoh melalui ucapan-ucapan tokoh yang terdapat pada kutipan berikut:
………………………………………………………….
Pada kutipan tersebut pengarang memberikan watak Pak Muhaimin…..
Istrinya………………..
Pak Camat…………………
Harjo…………………………………..
Selain itu, dalam pemberian watak pada tokoh melalui pikiran-pikiran tokoh yang terdapat pada kutipan berikut:
Pada kutipan tersebut pengarang memberikan watak Pak Muhaimin…..

Penokohan merupakan salah satu faktor terpenting dalam sebuah cerita fiksi. Setiap karya fiksi otomatis terdapat tokoh di dalamnya. Terdapat dua macam jenis tokoh dalam setiap karya fiksi menurut keterlibatannya terhadap karya fiksi itu sendiri, yaitu tokoh utama (sentral) dan tokoh penunjang (periferal) (Sayuti, 2009:6.6). Cara menentukan yang mana tokoh utama dan yang mana tokoh penunjang adalah dengan membandingkan setiap tokoh di dalam cerita. Adapun kriteria tokoh utama adalah: bertindak sebagai pusat pembicaraan dan sering diceritakan, sebagai pihak yang paling dekat kaitannya dengan tema cerita, dan lebih sering melakukan interaksi dengan tokoh lain dalam cerita (Sayuti, 2009:6.6).
Ada beberapa cara untuk penggambaran tokoh dalam sebuah cerita terdiri dari beberapa metode antara lain:
a.       Metode Diskursif
Artinya penggambaran tokoh dijelaskan secara langsung oleh pengarang. Dengan cara menyebutkan ciri-cirinya, sifat-sifatnya, status, dan sebagainya, tanpa melinatkan tokoh lain.


b.   Metode Dramatis
Artinya penggambaran tokoh dijelaskan tidak secara langsung dari pengarang, melainkan dengan cara berbicara tokoh itu sendiri, perbuatannya, pemikiran tokoh lain yang bersangkutan, dan lain sebagainya.

c.       Metode Campuran
Artinya penggambaran tokoh menggunakan dua cara sekaligus, secara langsung dari pengarang itu sendiri ataupun melalui tokoh lain.
Dalam cerpen Plakat ini, pengarang menggambarkan tokoh melalui metode ………….yang terdapat pada kutipan berikut:
………………………………………………………….
Pada kutipan tersebut pengarang memberikan watak Pak Muhaimin…..
Istrinya………………..
Pak Camat…………………
Harjo…………………………………..


2. Alur atau plot
Semua cerita merupakan rangkaian peristiwa, dan semua peristiwa yang dirangkaikan itu merupakan susunan dari kejadian-kejadian yang lebih kecil. Rene Wellek dan Austine Werren (1985: 12, dalam Zulfahnur 1997: hal. 26) mengemukakan bahwa plot is ist self compased amaller narrative structures (episode, incidence). Peristiwa-peristiwa itu dirangkai dalam suatu urutan yang logis. Menurut Forster (1984: 75, dalam Zulfahnur 1997: hal. 27)  Alur cerita ialah peristiwa yang jalin-menjalin berdasar atas urutan atau hubungan tertentu. Sebuah rangkaian peristiwa dapat terjalin berdasar atas urutan waktu, urutan kejadian, atau hubungan sebab-akibat. Jalin-menjalinnya berbagai peristiwa, baik secara linear atau lurus maupun secara kausalitas, sehingga membentuk satu kesatuan yang utuh, padu, dan bulat dalam suatu prosa fiksi. Plot ialah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab-akibat, peristiwa yang disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Plot ialah peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab-akibat. Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa alur cerita ialah jalinan peristiwa yang melatari sebuah prosa fiksi yang dihubungkan secara sebab-akibat. Plot atau alur juga memiliki beberapa fungsi yaitu:
1.      Menciptakan keutuhan cerita
2.      Mengekspresikan makna suatu karya fiksi
3.      Menjelaskan hubungan kausalitas setiap peristiwa dalam sebuah cerita.
4.      Merupakan jiwa fiksi.
Berdasarkan penyususnan ceritanya atau urutan kronologisnya, alur dibedakan menjadi dua bagian yaitu:
1.      Plot kronologis (progresif)
Alur jenis ini sering juga disebut alur maju. Alur maju menggambarkan serangkaian cerita yang berlangsung secara terus-menerus tanpa adanya pemikiran tokoh untuk mengingat kisah yang mendahuluinya atau sering disebut flas back.
2.      Plot flas back (regresif)
Alur jenis ini sering juga disebut alur mundur. Alur mundur menggambarkan rangkaian cerita yang dicirikan dengan pengulangan kisah lama yang dialami tokoh atau yang disebut flas back.
Pada Cerpen Plakat ini, jenis alur yang dilihat dari urutan kronologisnya mengunakan alur …….yang terdapat di dalam kutipan berikut:
…………………………………………………………………
Dengan demikian, rangkaian peristiwa-peristiwa cerita yang disusun secara logis dan kausalitas dinamakan alur atau plot. Alur ini ada bermacam-macam. Dilihat dari aspek tokohnya atau kualitasnya, alur dibagi atas:
1.      Alur erat atau rapat
Dijumpai pada cerita yang memiliki pelaku yang lebih sedikit sehingga hubungan antarpelaku erat. Alur ini juga dicirikan dengan pergantian cerita yang singkat.
2.      Alur longgar
Pada alur ini, hubungan tokoh-tokoh longgar karena banyak pergantian cerita yang disebabkan pula dengan jumlah tokoh yang relative banyak sehingga akhir cerita begitu panjang dan cukup lama untuk ditemukan.
Pada Cerpen Plakat ini, jenis alur yang Dilihat dari aspek tokohnya mengunakan alur …….yang terdapat di dalam kutipan berikut:
…………………………………………………………………
Lain halnya dengan pembagian alur berdasarkan kuantitasnya yang terdiri dari dua bagian yaitu:
1.      Plot tungggal
Plot ini bercirikan pada konsistensi pemilihan jenis plot, baik itu plot regresif maupun plot progresif. Artinya, penggunaan plot memilih satu diantara dua jenis plot tersebut
2.      Plot jamak
Pada plot ini mengguanakan perpaduan antara plot regresif maupun plot progresif sehingga cerita yang terjalin akan terasa lebih selarah dan lebih kompleks.
Pada Cerpen Plakat ini, jenis alur yang Dilihat dari aspek kuantitasnya mengunakan alur tunggal tepatnya berfokus pada pola alur progresif (alur maju) yang terdapat di dalam kutipan berikut:
…………………………………………………………………

Suardi Tasrif (dalam Mochtar Lubis: 1960: hal.16-17) membagistruktur alur menjadi lima bagian yaitu situasi, generalisasi, peristiwa-peristiwa yang berangkat mulai bergerak, klimaks, dan pemecahan masalah. Alur atau plot adalah rangkaian peristiwa yang disusun berdasarkan hubungan kausalitas. Secara garis besar alur dibagi dalam tiga bagian, yaitu awal, tengah, dan akhir (Sayuti, 2000). Akan tetapi, dalam kenyataannya alur dalam sebuah karya fiksi disusun berdasarkan pilihan pengarang itu sendiri. Oleh karena itu, awal alur tidak harus merupakan awal cerita. Tergantung bagaimana pengarang memposisikan dan memainkannya.
1. Awal
Bagian awal dari sebuah alur biasanya merupakan bagian pengenalan cerita. Biasanya berisikan mengenai pengenalan watak tokoh dan setting cerita yang bersifat Eksposisi dan element instabilitas (Sayuti, 2009:7.8). Akan tetapi, tidak ada unsur instabilitas di dalamnya. Karena pembuka cerita tersebut hanya bersifat memaparkan sesuatu yang pasti, tentunya tidak memiliki kemungkinan-kemungkinan lain yang akan terjadi.
Pada Cerpen Plakat ini, tahap awal menceritakan tentang…….yang terdapat di dalam kutipan berikut:
…………………………………………………………………
2. Tengah
Tengah cerita berisikan konflik di dalamnya. Dari penyebab konflik sampai puncak dari konflik tersebut. Akan tetapi, penyebab konflik juga terkadang ditempatkan diawal cerita bagian akhir. Hal tersebut digunakan untuk memberi kesan keterikatan antara awal cerita dengan bagian tengahnya, sehingga tidak berkesan tidak nyambung. Konflik dibagi menjadi tiga jenis, yaitu konflik batin (tokoh dengan dirinya sendiri), konflik sosial (tokoh dengan tokoh lain), dan konflik alamiah (tokoh dengan alam dan lingkungan sekitar) (Sayuti, 2009:7.10). Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan tengah cerita berisikan pengenalan mengenai setting, watak tokoh, dan penyebab konflik utama. Semua itu tergantung bagaimana cara pengarang memainkan alur.
Pada Cerpen Plakat ini, tahap atau bagian tengah menceritakan tentang…….yang terdapat di dalam kutipan berikut:
…………………………………………………………………

2.      Akhir

Akhir cerita merupakan bagian penyelesaian semua konflik yang ada di dalam karya fiksi. Pada bagian akhir pula biasanya dapat disimpulkan sebuah karya fiksi tersebut merupakan karya yang bersifat happy ending atau tidak. Selain itu, pada akhir juga biasanya pengarang memberikan penggambaran kembali mengenai settingnya, yang tentunya telah mengalami perubahan akibat konflik yang ada. Atau terkadang berisi kesimpulan mengenai tema yang diceritakan.
Pada Cerpen Plakat ini, tahap atau bagian akhir menceritakan tentang…….yang terdapat di dalam kutipan berikut:
…………………………………………………………………
Berhubungan dengan akhir cerita, alur atau plot juga di bagi atas dua bagian yaitu:
1.      Plot terbuka
Bahwa dalam jenis plot ini, akhir cerita dalam Cerpen terselesaikan dengan tuntas tanpa menimbulkan rasa penasaran terhadap nasib tokoh dalam cerita.
2.      Plot tertutup
Bahwa dalam jenis plot ini, akhir cerita dalam Cerpen belum terselesaikan dengan tuntas menimbulkan rasa penasaran terhadap nasib tokoh dalam cerita. Cerita yang terdapat dalam Cerpen jenis plot ini tidak berujung sehingga pembaca tidak dapat menerka secara pasti apa yang akan terjadi selanjutnya kepada okoh dalam cerita.
Pada Cerpen Plakat ini, tahap atau bagian akhir cerita menggunakan plot atau alur tertutup. Fakta ini terdapat terdapat di dalam kutipan berikut:
…………………………………………………………………

Penggunaan alur merupakan salah satu hal yang sangat menentukan apakah cerita itu menarik atau tidak. Cerita-cerita yang menarik biasanya menggunakan alur yang beragam dan posisinya acak. Sehingga pembaca harus memutar otak kembali untuk mengait-kaitkan antara konflik yang satu dengan konflik yang lain, antara penyebab konflik dengan penyelesaiannya, dan sebaginya. Hal tersebut biasanya menjadikan pembaca merasa bingung jika pengarang tidak pintar-pintar meramunya menjadi sesuatu yang menarik tapi mudah dicerna. Karena bagaimanapun juga karya sastra dinilai bagus atau tidak tergantung penilaian pembaca dan penikmatnya.

3.      Latar atau setting

Sebuah cerita pada hakikatnya ialah peristiwa atau kejadian yang menimpa atau dilakukan oleh satu atau beberapa orang tokoh pada suatu waktu tertentu dan pada tempat tertentu. Menurut Nadjid (2003:25) latar ialah penempatan waktu dan tempat beserta lingkungannya dalam prosa fiksi. Menurut Nurgiyantoro (2004:227-233) unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, antara lain latar tempat, latar waktu, dan latar sosial, dan secara lengkap akan dijelaskan sebagai berikut:
1.      Latar Tempat
Latar jenis ini biasa disebut latar fisik. Latar ini dapat berupa daerah, bangunan, kapal, sekolah, kampus, hutan, dan sejenisnya. Latar tempat yang ada dalam cerpen ini jelas disebutkan oleh pengarangnya, seperti kota, dekat pasar, di surau, dan sebagainya
Pada cerpen Plakat ini, latar tempat digambarkan dalam kutipan berikut:
…………………………………………..
2.      Latar Waktu
Latar jenis ini, yang terdapat dalam cerpen ini ada yang bersamaan dengan latar tempat, seperti yang sudah dipaparkan di atas pada latar tempat atau contoh yang lainnya seperti berikut:
………………………………………………………………
3.      Latar suasana
Yaitu belakang peristiwa yang berkaitan dengan suasana atau keadaan peristiwa dalam karya sastra. Contohnya suasana sedih, gembira, takut, dan perang. Pada cerpen Plakat ini, latar suasana digambarkan dalam kutipan berikut:
…………………………………………..


4.      Latar Sosial
Di dalam latar ini umumnya menggambarkan keadaan masyarakat, kelompok-kelompok sosial dan sikapnya, kebiasaannya, cara hidup, dan bahasa yang merupakan kajian dalam latar social. Pada cerpen Plakat ini, latar sosial digambarkan dalam kutipan berikut:
…………………………………………..

C.   Relasi antara Amanat dalam Cerpen Plakat terhadap Psikologi Sastra dalam Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter telah menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa, pendidikan karakter ini pun diharapkan mampu menjadi pondasi utama dalam mensukseskan Indonesia Emas 2025. Di lingkungan Kemdiknas sendiri, pendidikan karakter menjadi fokus pendidikan di seluruh jenjang pendidikan yang dibinannya
Karakter didefinisikan secara berbeda-beda oleh berbagai pihak. Karakter menurut Depdikbud adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Ada juga yang menyebutkan karakter sebagai penilaian subjektif terhadap kualitas moral dan mental, sementara yang lainnya menyebutkan karakter sebagai penilaian subjektif terhadap kualitas mental saja, sehingga upaya merubah atau membentuk karakter hanya berkaitan dengan stimulasi terhadap intelektual seseorang (encyclopedia.thefreedictionary.com, 2004). Sedangkan menurut Megawangi (2003), kualitas karakter meliputi sembilan pilar, yaitu (1) Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; (2) Tanggung jawab, Disiplin dan Mandiri; (3) Jujur/amanah dan Arif; (4) Hormat dan Santun; (5) Dermawan, Suka menolong, dan Gotong-royong; (6) Percaya diri, Kreatif dan Pekerja keras; (7) Kepemimpinan dan adil; (8) Baik dan rendah hati; (9) Toleran, cinta damai dan kesatuan. Orang yang memiliki karakter baik adalah orang yang memiliki kesembilan pilar karakter tersebut. Karakter, seperti juga kualitas diri yang lainnya, tidak berkembang dengan sendirinya. Perkembangan karakter pada setiap individu dipengaruhi oleh faktor bawaan (nature) dan faktor lingkungan (nurture). Menurut Confusius (dalam Megawangi: 2003) seorang filsuf terkenal Cina menyatakan bahwa manusia pada dasarnya memiliki potensi mencintai kebajikan, namun bila potensi ini tidak diikuti dengan pendidikan dan sosialisasi setelah manusia dilahirkan, maka manusia dapat berubah menjadi binatang, bahkan lebih buruk lagi. Oleh karena itu, sosialisasi dan pendidikan anak yang berkaitan dengan nilai-nilai kebajikan – baik di keluarga, sekolah, maupun lingkungan yang lebih luas sangat penting dalam pembentukan karakter seorang anak. Sebagaimana menurut Piaget dalam Pateda (1988) dalam usahanya mencari hubungan antara bahasa dan pikiran anak, mengemukakan pendapat bahwa perkembangan bahasa dan penggunaannya oleh anak tercermin dalam perkembangan mentalnya. Persepsi anak dan lingkungan sosialnya memegang peranan penting dalam kehidupan anak. Lingkungan sekitar yang memprogram bagaiman selanjutnya sang anak.
Pencetus pendidikan karakter yang menekankan dimensi etis-spiritual dalam proses pembentukan pribadi ialah pedagog Jerman FW Foerster (1869-1966). Pendidikan karakter merupakan reaksi atas kejumudan pedagogi natural Rousseauian dan instrumentalisme pedagogis Deweyan.
Lebih dari itu, pedagogi puerocentris lewat perayaan atas spontanitas anak-anak (Edouard Claparède, Ovide Decroly, Maria Montessori) yang mewarnai Eropa dan Amerika Serikat awal abad ke-19 kian dianggap tak mencukupi lagi bagi formasi intelektual dan kultural seorang pribadi.
Polemik anti-positivis dan anti-naturalis di Eropa awal abad ke-19 merupakan gerakan pembebasan dari determinisme natural menuju dimensi spiritual, bergerak dari formasi personal dengan pendekatan psiko-sosial menuju cita-cita humanisme yang lebih integral. Pendidikan karakter merupakan sebuah usaha untuk menghidupkan kembali pedagogi ideal-spiritual yang sempat hilang diterjang gelombang positifisme ala Comte.
Tujuan pendidikan adalah untuk pembentukan karakter yang terwujud dalam kesatuan esensial subyek dengan perilaku dan sikap hidup yang dimilikinya. Bagi Foerster, karakter merupakan sesuatu yang mengualifikasi seorang pribadi. Karakter menjadi identitas yang mengatasi pengalaman kontingen yang selalu berubah. Dari kematangan karakter inilah, kualitas seorang pribadi diukur. Semua ini dapat dilakukan dengan media pembelajaran dalam dunia pendidikan.
Menurut Foerster ada empat ciri dasar dalam pendidikan karakter. Pertama, keteraturan interior di mana setiap tindakan diukur berdasar hierarki nilai. Nilai menjadi pedoman normatif setiap tindakan.
Kedua, koherensi yang memberi keberanian, membuat seseorang teguh pada prinsip, tidak mudah terombang-ambing pada situasi baru atau takut risiko. Koherensi merupakan dasar yang membangun rasa percaya satu sama lain. Tidak adanya koherensi meruntuhkan kredibilitas seseorang.
Ketiga, otonomi. Di situ seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Ini dapat dilihat lewat penilaian atas keputusan pribadi tanpa terpengaruh atau desakan pihak lain.
Keempat, keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang guna mengingini apa yang dipandang baik. Dan kesetiaan merupakan dasar bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih.
Kematangan keempat karakter ini, lanjut Foerster, memungkinkan manusia melewati tahap individualitas menuju personalitas. ”Orang-orang modern sering mencampuradukkan antara individualitas dan personalitas, antara aku alami dan aku rohani, antara independensi eksterior dan interior.” Karakter inilah yang menentukan forma seorang pribadi dalam segala tindakannya. Satu diantara pengajaran dalam pendidikan karakter dapat dituangkan dalam pembelajaran sastra.
Menurut Herfanda (2008:131), sastra memiliki potensi yang besar untuk membawa masyarakat ke arah perubahan, termasuk perubahan karakter. Selain mengandung keindahan, sastra juga memiliki nilai manfaat bagi pembaca. Segi kemanfaatan muncul karena penciptaan sastra berangkat dari kenyataan sehingga lahirlah suatu paradigma bahwa sastra yang baik menciptakan kembali rasa kehidupan. Penciptaannya yang dilakukan bersama-sama dan saling berjalinan seperti terjadi dalam kehidupan kita sendiri. Namun, kenyataan tersebut di dalam sastra dihadirkan melalui berbagai tahap proses kreatif. Artinya bahan-bahan tentang kenyataan tersebut dipahami melalui proses penafsiran baru oleh pengarang. Adapun manfaat sastra bagi pembaca, adalah berkenaan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya agar pembaca lebih mampu menerjemahkan persoalan-persoalan dalam hidup melalui kebaikan jasmani dan kebaikan rohani. Lebih jauh dari itu sastra dalam kaitan dengan pendidikan karakter, yaitu sastra sebagai media pembentuk watak moral peserta didik, dengan sastra kita bisa mempengaruhi peserta didik. Karya sastra dapat menyampaikan pesan-pesan moral baik secara implisit maupun eksplisit. Dengan mengapresiasi cerpen, novel, cerita rakyat, dan puisi, kita bisa membentuk karakter peserta didik, sastra mampu memainkan perannya. Nilai-nilai kejujuran, kebaikan, persahabatan, persaudaraan, kekeluargaan, keikhlasan, ketulusan, kebersaman, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan pendidikan karakter, bisa kita terapkan kepada peserta didik melalui sastra.
Wellek (dalam Prapodo 2003:35) mengemukakan tiga definisi: pertama, seni sastra ialah segala sesuatu yang dicetak, definisi ini tidak lengkap karena tidak meliputi karya sastra yang tidak tertulis, atau karya sastra lisan. Di sini disebut sastra hanya karena pertama naskah sebagai sumber. Definisi kedua, seni sastra terbatas pada buku-buku yang terkenal, dari sudut isi dan bentuknya. Jadi, di sini definisi bercampur dengan penilaian, dan penilaian itu hanya didasarkan pada segi estetikanya saja atau segi intelektualnya. Dengan demikian, karya-karya lain yang “tidak terkenal” tidak dapat masuk dalam definisi ini. Definisi yang ketiga, Rene Wellek mengatakan, agaknya lebih baik jika istilah “sastra” dibatasi pada seni sastra yang bersifat imaginative. Jadi di sini sifat imaginatif ini menunjukan dunia angan dan khayalan hingga kesusastraan berpusat pada epik, lirik dan drama karena ketiganya itu yang ditunjuk adalah dunia angan (fiction), imagination. Jadi di sini mengakui adanya sifat fiktionali (sifat menghayal), invention (penemuan/penciptaan) dan imagination (mengandung kekuatan menyatukan angan untuk mencipta) sebagai hakikat seni sastra.
Sastra merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta yaitu śāstra, yang berarti ‘teks yang mengandung instruksi’ atau ‘pedoman’, dari kata dasar śās- yang berarti “instruksi” atau “ajaran”. Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada “kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Selain itu dalam arti kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra tertulis dan sastra lisan. (Wikipedi, 2008).
Cerpen sebagai bagian dari sastra memunyai potensi yang besar dalam pendidikan karakter, khususnya amanat yang tersirat dari cerpen tersebut. Konsep yang menjadi dasar penulisan ini adalah analisis fakta cerita dan relasinya antara dalam Cerpen Plakat terhadap psikologi sastra dalam pendidikan karakter yang tentunya akan melibatkan unsure Cerpen lainnya yakni amanat Cerpen. Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk memahami hubungan antara psikologi dengan sastra. Pertama, memahami unsur kejiwaan pengarang sebagai penulis. Kedua, memahami unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional dalam karya sastra. Ketiga, memahami unsur-unsur kejiwaan pembaca. (Nyoman, hlm. 343)
Analisis psikologi dalam karya sastra lebih dikenal dengan istilah psikoanalisis sastra. Psikoanalisis dalam karya sastra memuat beberapa kemungkinan pengertian. Pertama, psikologi pengarang sebagai pribadi atau individu. Kedua, proses kreatif. Ketiga, tipe dan hukum psikologi yang diterapkan dalam karya sastra. Keempat, dampak karya sastra terhadap psikologi pembaca. Namun, yang diterapkan dalam psikoanalisis sastra adalah yang ketiga. Nyoman Kutha Ratna (2007) mengatakan bahwa psikologi sastra seharusnya memberikan prioritas pada sastra bukan pada psikologi.
Munculnya analisis psikologi dalam sastra disebabkan oleh meluasnya sastra dengan ajaran Freud. Sejak zaman Yunani Kuno, kecerdasan pengarang atau sastrawan selalu menjadi bahan gunjingan. Mereka dianggap gila dari tingkat neurotik dan psikosis. Penyair dianggap kesurupan ketika membuat sebuah karya sastra, artinya sastrawan membuat karya sastra dibawah tingkat kesadaran.
Psikoanalisis mengklasifikasikan pengarang berdasarkan psikologi dan tipe fisiologisnya, menganalisis secara psikologis tokoh-tokoh yang ada dalam karya sastra, dan menganalisis jiwa pengarang lewat karya sastranya. Psikoanalisis tidak bermaksud memcahkan masalah-masalah psikologi praktis, tetapi memahami aspek kejiwaan yang terkandung dalam suatu karya. Psikoanalsis didominasi oleh teori psikologi Sigmun Freud (1856-1939). Freud membedakan kepribadian menjadi tiga macam, yaitu; Id, Ego, dan Super Ego. Ketiganya berkaitan erat sehingga menjadi sebuah unit dan totalitas. Perilaku manusia sering diinterpretasikan sebagai refleksi dari produk ketiga unsur di atas.
Id (das es) adalah sistem kepribadian manusia yang paling dasar. Id merupakan acuan penting yang digunakan untuk memahami sastrawan/ seniman dalam proses penciptaan karya sastra. Melalui id pula, sastrawan bisa menciptakan simbol-simbol tertentu dalam karyanya. Jadi, unsur psikologis dalam karya sastra lebih memperhatikan interpretasi psikologis yang sebelumnya telah menerima perkembangan watak untuk kepentingan struktur plot. Sering pula id disebut sebagaiu kepribadian yang gelap dalam bawah sadar manusia yang berisi insting dan nafsu-nafsu yang tidak mengenal nilai dan lebih bersifat liar.
Dalam perkembangannya, manusia juga memiliki ego (das ich) yang lebih memandang realita dalam kehidupan. Ego adalah sistem kepribadian yang bertindak sebagai pengaruh individu kepada dunia objek dari kenyataan, dan menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip kenyataan. Selain itu, ego juga bersifat implementatif, karena sering bersinggungan dengan dunia luar.
Super ego (das ueber ich) berkembang dan berfungsi sebagai pengontrol dorongan-dorongan yang dikembangkan id. Super ego adalah sistem kepribadian yang berisi nilai-nilai atau aturan yang bersifat evaluatif (mempertimbangkan aspek baik, buruk).
Milner dalam Endraswara (2003: 101-102) menyatakan bahwa hubungan antara sastra dan psikologis dibagi menjadi dua. Pertama, adanya kesamaan antara hasrat-hasrat yang tersembunyi pada setiap manusia yang menyebabkan kehadiran karya sastra yang mampu menyentuh perasaan pembaca, adanya kesejajaran antara mimpi dan sastra dalam hal elaborasi sastra dengan elaborasi mimpi. Freud menyebut ini sebagai "pekerjaan mimpi" dikarenakan anggapan bahwa mimpi tidak ubahnya sebuah tulisan (bersifat arbitrer), keadaan orang yang bermimpi mirip dengan sastrawan yang menyembunyikan pikiran-pikirannya.
Proses kreativitas penulis dalam mencipta suatu karya sangat dipengaruhi oleh sistem sensor intern yang mendorongnya untuk menyembunyikan atau memutarbalikkan hal-hal penting yang ingin disampaikan. Selain itu, pengarang juga bisa mengatakan dalam bentuk langsung atau ubahan. Jadi karya sastra adalah ungkapan jiwa pengarang yang menggambarkan emosi dan pemikirannya. Karya sastra lahir dari endapan pengalaman yang telah dimasak dalam diri pengarang.
Freud juga menghubungkan karya sastra dengan mimpi. Sastra dan mimpi memberikan kepuasan secara tak langsung. Perbedaannya, karya sastra terdiri atas bahasa yang bersifat linear sedangkan mimpi terdiri atas tanda-tanda figuratif yang tumpang tindih, campur aduk.
Tingkah laku tokoh-tokoh dapat dipahami hanya dalam arti keseluruhan kelompok di mana ia menjadi anggota. Individu memperoleh makna melalui orang lain yang ada di sekitarnya. Teori lain yang berhubungan adalah bahwa manusia terdiri atas dua lapis ketaksadaran, yaitu ketaksadaran personal dan ketaksadaran  kolektif. Ketaksadaran personal diterima melalui pengalaman kehidupan sekarang, sedangkan ketaksadaran kolektif diterima secara universal dan esensial melalui spesies.
Psikologi sastra adalah model penelitian interdisiplin dengan menetapkan karya sastra sebagai memiliki posisi yang lebih dominan. Sebagai bagian studi multikultural, analisis psikologi sastra dibangun atas dasar kekayaan sekaligus perbedaan khazanah kultural bangsa. Psikologi sastra tidak ditujukan untuk membuktikan keabsahan teori psikologi.[5] Psikologi sastra adalah analisis teks dengan mempertimbangkan relevansi dan peran studi psikologis. Karena kemungkinan, tokoh dan wataknya bertentangan dengan teori psikologis.
Analisis psikologi dalam karya sastra termasuk kajian metode struktural. Menurut kaum strukturalisme, sebuah karya sastra adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsurnya. Analisis karya dengan metode struktural dapat dilakukang dengan mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik karya sastra termasuk di dalamnya tokoh dan penokohan.[6] Tokoh dalam karya fiksi adalah siapa yang ada dalam cerita tersebut. Penokohan menunjuk sifat, sikap, watak, dan karakter pada tokoh tertentu. Karakter atau perwatakan pada tokoh adalah utility yang utuh.
Abrams (1981:20) yang dikutip oleh Nurgiantoro mengatakan bahwa tokoh cerita (character) adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya yang ditafsirkan oleh pembaca memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu yang diekspresikan lewat ucapan dan tindakan. Dalam pandangan teori resepsi sastra, pembaca menentukan penilaian terhadap karya sastra. Istilah penokohan memiliki arti yang lebih luas daripada tokoh sebab mencakup siapa tokoh cerita, bagiamana perwatakan, dan bagaimana penempatan pelukisan dalam sebuah cerita. Kehidupan tokoh dalam karya adalah kehidupan karya itu juga. Pengarang, dengan kreativitasnya menempatkan tokoh bagaiman pun tokoh tersebut dari status sosial, watak, dan permasalah yang dihadapinya.
Tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral atau informasi lain yang ingin disampaikan pengarang.[7] Tokoh hanya dijadikan boneka yang dipaksa menyampaikan pesan. Terkadang pembaca tidak dapat menebak kehidupan tokoh dalam karya fiksi karena terlalu mengharapkan tokoh dalam cerita harus seperti dalam kehidupan nyata. Tokoh ‘anak’ yang tidak disebutkan namanya dalam cerpen Arinillah memiliki watak dan kehidupan yang berbeda dengan kehidupan nyata. Meskipun bisa saja terjadi, namun seorang anak yang belum cukup dewasa terasa mustahil ingin tahu tentang adanya Tuhan, bahkan ia meminta ayahnya untuk memperlihatkan Tuhan padanya.
Telah diuraikan sebelumnya bahwa karya sastra merupakan memetik dari kehidupan nyata. Hubungan antara tokoh fiksi dan realitas kehidupan manusia tidak hanya berupa hubungan kesamaan saja, melainkan juga perbedaan. Tokoh dalam karya sastra adalah tokoh rekaan yang tak pernah ada di dunia nyata. Namun, ada pula tokoh yang nyata dalam karya sastra seprti tokoh-tokoh sejarah.
Tokoh atau penokohan memiliki hubungan dengan unsur fiksi yang lain. Hubungan penokohan dengan plot merupakan dua fakta yang saling mempengaruhi. Plot adalah apa yang dilakukan oleh tokoh, dimana tokoh menjadi pelakunya. Hubungannya dengan tema adalah bawa tokoh sebagai penyampai tema. Selain itu, relevansi tokoh dinilai oleh pembaca adalah tokoh yang bersifat lifelikeness (kesepertihidupan). Pembaca merasakan reaksi emotif dari tokoh yang mereka baca. Pembaca juga menganggap tokoh dalam cerita relevan jika tokoh tersebut persis atau sama dengan tokoh yang ada dalam kehidupan nyata.
Asumsi dasar psikologi sastra antara lain dipengaruhi oleh berbagai hal. Pertama, adanya anggapan bahwa karya sastra adalah produk dari suatu kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada pada situasi setengah sadar (subconscious) setelah jelas baru dituangkan dalam bentuk secara sadar (conscious). Antara sadar dan tidak sadar selalu mewarnai proses imajinasi pengarang. Kekuatan karya sastra dapat dilihat seberapa jauh pengarang mampu mengungkapkan ekspresi kejiwaan yang tak sadar itu ke dalam sebuah cipta sastra.
Kedua, kajian psikologi sastra di samping meneliti perwatakan tokoh secara psikologis juga aspek-aspek pemikiran dan perasaan pengarang ketika pengarang menciptakan karya tersebut. Seberapa jauh pengarang mampu menggambarkan perwatakan tokoh sehingga karya tersebut menjadi lebih hidup. Sentuhan-sentuhan emosi melalui dialog atau pun pemilihan kata, sebenarnya merupakan gambaran kekalutan dan kejernihan batin pencipta. Kejujuran batin itulah yang akan menyebabkan orisinalitas karya.
Psikologi dalam sastra lebih menitikberatkan karya sebagai aktivitas kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karsa dalam berkarya. Begitu pula pembaca, dalam menanggapi karya juga tidak akan lepas dari kejiwaan masing-masing. Bahkan dalam psikologi sastra, karya dianggap sebagai refleksi kejiwaan.
Karya sastra yang dipandang sebagai fenomena psikologis, akan menampilkan aspek-aspek kejiwasan melalui tokoh-tokoh jika kebetulan teks berupa drama atau prosa. Sedangkan jika berupa puisi, tentu akan terampil melalui larik-larik pilihan kata yang khas. Karya sastra dan psikologis memiliki keterkaitan secara erat baik secara tidak langsung maupun fungsional. Pertautan tidak langsung, karena kedua-duanya memiliki objek kajian yang sama yaitu kehidupan manusia. Adapun hubungan fungsional lebih ditekankan pada kesamaan untuk mempelajari gejala kejiwaan orang lain, bedanya dalam psikologi bersifat riil, sedangkan dalam sastra lebih bersifat imajinatif.
Teori yang masih digunakan dalam kajian psikologi adalah psikoanalisis yang ditemukan oleh Sigmund Freud. Teori ini menjelaskan bahwa manusia sering berada dalam kondisi tidak sadar. Adapun kondisi sadar sangat sedikit ditemukan dalam kondisi mental manusia. Teori ini menarik untuk dikaji, bukan hanya karena memiliki hubungan yang erat dengan sastra, akan tetapi juga dikarenakan eksistensi teori ini sampai sekarang.
1.       Burhan Nurgiantoro hlm. 3
[2] Ibid. hlm. 23
[3] Nyoman, hlm. 343
[4] Nyoman, hlm. 343
[5] Ibid, hlm. 350
[6] Burhan Nurgiantoro, hlm. 37
[7] Ibid, hlm. 167
[8] Nyoman Kutha, hlm. 50
[9] Suhendra Yusuf, Leksikon Sastra, hlm. 216-217.

Amanat
Di dalam sebuah cerita, gagasan atau pokok persoalan dituangkan sedemikian rupa oleh pengarangnya sehingga gagasan itu mendasari seluuh cerita. Gagasan yang mendasari seluruh cerita ini dipertegas oleh pengarangnya melalui solusi bagi pokok persoalan itu. Dengan kata lain solusi yang dimunculkan pengaranngnya itu dimaksudkan untuk memecahkan pokok persoalan, yang didalamnya akan terlibat pandangan hidup dan cita-cita pengarang. Hal inilah yang dimaksudkan dengan amanat. Dengan demikian, amanat merupakan keinginan pengarang untuk menyampaikan pesan atau nasihat kepada pembacanya.
Jadi, amanat pokok yang terdapat dalam cerpen Plakat karya Isma Restri Pratiwi antara lain:

1.      Pengertian Emosi

Emosi sejak lama dianggap memiliki kedalaman dan kekuatan sehingga dalam bahasa latin emosi dijelaskan sebagai motus anima yang arti harfiahnya berarti jiwa yang menggerakkan kita.(Robert K. Cooper dan Ayman Sawaf: 2002) Akar kata emosi adalah movere, kata kerja Bahasa Latin yang berarti menggerakkan atau bergerak.(Daniel Goleman: 1995) Menurut Anthony dio Martin (2007), emosi adalah energi dahsyat yang kekuatannya melampaui batas kesadaran dan fisik. Pikiran mempengaruhi emosi dan emosi mempengaruhi kualitas tindakan.
 Emosi mempunyai peran dalam peningkatan proses konstruksi pikiran dalam berbagai bentuk pengalaman kehidupan manusia. Salovey dan Mayers mendefinisikan emosi sebagai respon terorganisasi, termasuk sistem fisiologis, yang melewati berbagai batas sub-sistem psikologis, misalnya kognisi, motivasi, dan pengalaman. (Tekad Wahyono: 2001) Pengertian ini menunjukkan bahwa emosi merupakan respon atas stimulus yang diperoleh dari lingkungan sekitar yang terorganisasi dengan baik yang melewati sub-sistem psikologis.
Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia karena emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia. Emosi sebagai suatu peristiwa psikologis mengandung ciri-ciri sebagai berikut:
1)      Lebih bersifat subyektif daripada peristiwa psikologis lainnya seperti pengamatan dan berpikir.
2)       Bersifat fluktuatif (tidak tetap)
3)      Banyak bersangkut paut dengan peristiwa pengenalan panca indera. Daniel Goleman (1995) mengemukakan beberapa macam emosi yaitu:
a) Amarah: beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati
b) Kesedihan: pedih, sedih, muram, suram, melankolis, putus asa.
c) Rasa takut: cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut.
d) Kenikmatan: bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang, terhibur.
e) Cinta: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, kemesraan.
f) Terkejut
g) Jengkel: hina, jijik, muak, mual, tidak suka
h) Malu: malu hati, kesal

2.      Pengertian Kecerdasan Emosional
Setiap individu memiliki emosi. Emosi mempunyai ranah tersendiri dalam bagian hidup individu. Seseorang yang dapat mengelola emosinya dengan baik artinya emosinya cerdas, hal ini lebih dikenal dengan suatu istilah “Kecerdasan Emosional”.
Howard Gardner (1983), seorang profesor pendidikan Harvard menerbitkan risetnya tentang ‘multiple intelligent’. Bukunya, Frames of mind, mengembangkan konsep tentang intelijensi sehingga ditemukan beberapa kemampuan tambahan yang tidak ditemukan dalam kemampuan yang diukur dalam tes-tes IQ. Menyusul riset Gardner tersebut, Reuven Bar-on (1985), mengembangkan survey psikologi formal pada tahun 1985. Menurut pandangannya, EQ (Emotional Quotient) mencakup  optimisme, kemampuan menangani stres dan memecahkan berbagai masalah serta kemampuan memahami perasaan dan memelihara hubungan baik dengan orang lain. (Daniel Golemen: 1995)
Selanjutnya, Peter Salovey dan John Mayer (1990) menerbitkan studi tentang “kecerdasan emosional”. Dalam teori mereka, kecerdasan emosional mencakup kemampuan memantau perasaan dan emosi sendiri maupun orang lain. Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap, dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peranan lingkungan terutama orang tua pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan emosional.
Menurut Goleman (1995), Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengenal perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, memotivasi diri sendiri dan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungannya dengan oang lain.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan

1.      Cara menganalisis fakta cerita dalam Cerpen Plakat karya Isma Restri Pratiwi dalam buku kumpulan Cerpen Lentera adalah dengan menganalisis telaah isi berdasarkan tiga ranah dalam fakta cerita yaitu penokohan, alur atau plot, dan latar atau setting.
2.      Bentuk relasi antara analisis fakta cerita pada Cerpen Plakat karya Isma Restri Pratiwi dalam buku kumpulan Cerpen Lentera terhadap psikologi sastra dalam pendidikan karakter terdapat pada amanat yang dihubungkan dengan psikologi sehingga pembaca dapat mendapatkan pengalaman untuk cerdas secara emosional.

B.     Saran

1.      Cerpen ini dapat menginspirasi remaja muda Kalbar untuk berkarya di bidang sastra, untuk itulah pemerintah maupun masyarakat diharapkan dapat memberikan dukungan yang positif terhadap perkembangan organisasi kepenulisan yang terdapat di Kalbar, baik secara materi maupun moral sehingga organisasi yang masih berdiri tidak mudah vakum dan terus eksisi untuk berkarya.
2.      Penulisan ini dilakukan dengan pendekatan anlisis psikologi oleh penulis setelah  dengan pendekatan struktural dan analisis isi, yaitu fakta cerita dalam cerpen Plakat karya Isma Restri Pratiwi. Perlu diteliti lagi Cerpen ini dengan segala aspek pendekatan sehingga dapat diketahui secara jelas nilai karya sastra tersebut.




















DAFTAR PUSTAKA
Zulfahnur, dkk. 1997. Teori Sastra. Jakarta: Depdikbud.
Goleman, Daniel. 2000. Emotional Intelligence, terj., T. Hermaya Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Martin, Dio Anthony. 2007. Smart Emotion (membangun Kecerdasan Emosi), Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.
Miller, John. 2002. Cerdas Di Kelas Sekolah Kepribadian. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Andi, Tantar Nur. 2009. Lentera Community Luncurkan Buku Coretan di Langit Kapuas. (online), (http://lenteracommunity.co.nr/, diakses 23 Juni 2011)
Tanpa Nama. 2009.Launching Kumpulan Cerpen “Coretan di Langit Kapuas”. (online),(http://www.borneophotography.org/launching-kumpulan-cerpen-coretan-di-langit-kapuas.html, diakses 23 Juli 2011)
Ode. 2011. Analisis Tokoh dalam Cerpen Arinillah . (online), (http://ode87.blogspot.com/2011/03/analisis-tokoh-dalam-cerpen-arinillah.html, diakses 22 juli 2011)
Tanpa nama. 2011. Menganalisis Unsur Intrinsik Cerpen. (online), (http://pakismet.blogspot.com/2011/03/menganalisis-unsur-intrinsik-cerpen.html, diakses 22 juli 2011)
Wellek dan Austin Warren.1995. Teori Kesusastraan. Terj. Melani
Sentanu, Erbe. 2008. Quantum Ikhlas, Teknologi Aktivasi Kekuatan Hati. Jakarta: Elex Media Komputindo.
LAMPIRAN

I.       Data Pribadi (Ketua Kelompok)
1.      Nama lengkap                         :    Muhammad Asyura
2.      Prodi                                        :    Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
3.      Tempat / tanggal lahir              :    Pontianak, 11 Juni 1992
4.      Jenis kelamin                           :    Laki – Laki
5.      Alamat                                     :    Jl. Komyos Suadarso Gg.Lembayu No.39
6.      No. handphone                        :    085245501710